TERIMA KASIH KUNJUNGAN ANDA DI WEBSITE PONDOK PESANTREN MODERN DARUL FALAH ENREKANG >>>> THANKS FOR YOUR VISITING ON DARUL FALAH ISLAMIC BOARDING SCHOOL WEBSITE

Sabtu, 31 Desember 2011

Akhir Tahun 2011 : Muhasabah (Evaluasi Diri)

Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)

Gambaran Umum Hadits

Hadits di atas menggambarkan urgensi muhasabah (evaluasi diri) dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah planing dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaan Rab-nya. Dan dalam menjalankan misi tersebut, seseorang tentunya harus memiliki visi (ghayah), perencanaan (ahdaf), strategi (takhtith), pelaksanaan (tatbiq) dan evaluasi (muhasabah). Hal terakhir merupakan pembahasan utama yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam hadits ini. Bahkan dengan jelas, Rasulullah mengaitkan evaluasi dengan kesuksesan, sedangkan kegagalan dengan mengikuti hawa nafsu dan banyak angan.

Indikasi Kesuksesan dan Kegagalan

Hadits di atas dibuka Rasulullah dengan sabdanya, ‘Orang yang pandai (sukses) adalah yang mengevaluasi dirinya serta beramal untuk kehidupan setelah kematiannya.’ Ungkapan sederhana ini sungguh menggambarkan sebuah visi yang harus dimiliki seorang muslim. Sebuah visi yang membentang bahkan menembus dimensi kehidupan dunia, yaitu visi hingga kehidupan setelah kematian.

Seorang muslim tidak seharusnya hanya berwawasan sempit dan terbatas, sekedar pemenuhan keinginan untuk jangka waktu sesaat. Namun lebih dari itu, seorang muslim harus memiliki visi dan planing untuk kehidupannya yang lebih kekal abadi. Karena orang sukses adalah yang mampu mengatur keinginan singkatnya demi keinginan jangka panjangnya. Orang bertakwa adalah yang ‘rela’ mengorbankan keinginan duniawinya, demi tujuan yang lebih mulia, ‘kebahagian kehidupan ukhrawi.’

Dalam Al-Qur’an, Allah swt. seringkali mengingatkan hamba-hamba-Nya mengenai visi besar ini, di antaranya adalah dalam QS. Al-Hasyr (59): 18–19.

Muhasabah atau evaluasi atas visi inilah yang digambarkan oleh Rasulullah saw. sebagai kunci pertama dari kesuksesan. Selain itu, Rasulullah saw. juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan ’dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah saw. langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.

Terdapat hal menarik yang tersirat dari hadits di atas, khususnya dalam penjelasan Rasulullah saw. mengenai kesuksesan. Orang yang pandai senantiasa evaluasi terhadap amalnya, serta beramal untuk kehidupan jangka panjangnya yaitu kehidupan akhirat. Dan evaluasi tersebut dilakukan untuk kepentingan dirinya, dalam rangka peningkatan kepribadiannya sendiri.

Sementara kebalikannya, yaitu kegagalan. Disebut oleh Rasulullah saw, dengan ‘orang yang lemah’, memiliki dua ciri mendasar yaitu orang yang mengikuti hawa nafsunya, membiarkan hidupnya tidak memiliki visi, tidak memiliki planing, tidak ada action dari planingnya, terlebih-lebih memuhasabahi perjalanan hidupnya. Sedangkan yang kedua adalah memiliki banyak angan-angan dan khayalan, ’berangan-angan terhadap Allah.’ Maksudnya, adalah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, sebagai berikut: Dia (orang yang lemah), bersamaan dengan lemahnya ketaatannya kepada Allah dan selalu mengikuti hawa nafsunya, tidak pernah meminta ampunan kepada Allah, bahkan selalu berangan-angan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosanya.

Urgensi Muhasabah

Imam Turmudzi setelah meriwayatkan hadits di atas, juga meriwayatkan ungkapan Umar bin Khattab dan juga ungkapan Maimun bin Mihran mengenai urgensi dari muhasabah.

1. Mengenai muhasabah, Umar r.a. mengemukakan:

‘Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.

Sebagai sahabat yang dikenal ‘kritis’ dan visioner, Umar memahami benar urgensi dari evaluasi ini. Pada kalimat terakhir pada ungkapan di atas, Umar mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di yaumul akhir kelak. Umar paham bahwa setiap insan akan dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah swt.

2. Sementara Maimun bin Mihran r.a. mengatakan:

‘Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya’.

Maimun bin Mihran merupakan seorang tabiin yang cukup masyhur. Beliau wafat pada tahun 117 H. Beliaupun sangat memahami urgensi muhasabah, sehingga beliau mengaitkan muhasabah dengan ketakwaan. Seseorang tidak dikatakan bertakwa, hingga menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri. Karena beliau melihat salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa mengevaluasi amal-amalnya. Dan orang yang bertakwa, pastilah memiliki visi, yaitu untuk mendapatkan ridha Ilahi.

3. Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap Allah swt. dengan kondisi sendiri-sendiri untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Allah swt. menjelaskan dalam Al-Qur’an: “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” [QS. Maryam (19): 95, Al-Anbiya’ (21): 1].

Aspek-Aspek Yang Perlu Dimuhasabahi

Terdapat beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh setiap muslim, agar ia menjadi orang yang pandai dan sukses.

1.Aspek Ibadah

Pertama kali yang harus dievaluasi setiap muslim adalah aspek ibadah. Karena ibadah merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di muka bumi ini. [QS. Adz-Dzaariyaat (51): 56]

2. Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki

Aspek kedua ini sering kali dianggap remeh, atau bahkan ditinggalkan dan ditakpedulikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Karena sebagian menganggap bahwa aspek ini adalah urusan duniawi yang tidak memberikan pengaruh pada aspek ukhrawinya. Sementara dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:

Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau bersabda, ‘Tidak akan bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana pengamalannya.’ (HR. Turmudzi)

3.Aspek Kehidupan Sosial Keislaman

Aspek yang tidak kalah penting untuk dievaluasi adalah aspek kehidupan sosial, dalam artian hubungan muamalah, akhlak dan adab dengan sesama manusia. Karena kenyataannya aspek ini juga sangat penting, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits:

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?’ Sahabat menjawab, ‘Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)

Melalaikan aspek ini, dapat menjadi orang yang muflis sebagaimana digambarkan Rasulullah saw. dalam hadits di atas. Datang ke akhirat dengan membawa pahala amal ibadah yang begitu banyak, namun bersamaan dengan itu, ia juga datang ke akhirat dengan membawa dosa yang terkait dengan interaksinya yang negatif terhadap orang lain; mencaci, mencela, menuduh, memfitnah, memakan harta tetangganya, mengintimidasi dsb. Sehingga pahala kebaikannya habis untuk menutupi keburukannya. Bahkan karena kebaikannya tidak cukup untuk menutupi keburukannya tersebut, maka dosa-dosa orang-orang yang dizaliminya tersebut dicampakkan pada dirinya. Hingga jadilah ia tidak memiliki apa-apa, selain hanya dosa dan dosa, akibat tidak memperhatikan aspek ini. Na’udzubillah min dzalik.

4. Aspek Dakwah

Aspek ini sesungguhnya sangat luas untuk dibicarakan. Karena menyangkut dakwah dalam segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga substansi dari da’wah itu sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi, banyak istighfar dan taubat dsb.

Tetapi yang cukup urgens dan sangat substansial pada evaluasi aspek dakwah ini yang perlu dievaluasi adalah, sudah sejauh mana pihak lain baik dalam skala fardi maupun jama’i, merasakan manisnya dan manfaat dari dakwah yang telah sekian lama dilakukan? Jangan sampai sebuah ‘jamaah’ dakwah kehilangan pekerjaannya yang sangat substansial, yaitu dakwah itu sendiri.

Evaluasi pada bidang dakwah ini jika dijabarkan, juga akan menjadi lebih luas. Seperti evaluasi dakwah dalam bidang tarbiyah dan kaderisasi, evaluasi dakwah dalam bidang dakwah ‘ammah, evaluasi dakwah dalam bidang siyasi, evaluasi dakwah dalam bidang iqtishadi, dsb?
Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar harakah dakwah tidak hanya menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari nilai-nilai dakwah itu sendiri. Mudah – mudahan ayat ini menjadi bahan evaluasi bagi dakwah yang sama-sama kita lakukan: Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [QS. Yusuf (12): 108]


Sumber:
http://www.dakwatuna.com/2007/09/258/makna-muhasabah/#ixzz1iAqz7UGi

Rabu, 28 Desember 2011

Porsenda & Rapor Mengakhiri Semester I TP.2011/2012

Alhamdulillah, PORSENDA (Pekan Olahraga, Seni Dan Da'wah) program semesteran yang dilaksanakan oleh Panitia dari OSDF (Organisasi Santri Darul Falah) Pesantren Modern darul Falah Enrekang usai. Semua rencana kegiatan lomba, baik cabang Olahraga, cabang Seni maupun Da'wah selesai dipertandingkan. Ada yang menang, tentu ada yang kalah tetapi semua itu bukan akhir segalanya karena porsenda sesungguhnya wadah belajar dan berlatih ketrampilan.

Saya ucapkan selamat bagi yang meraih juara, dan tetap semangat untuk semuanya termasuk yang belum berhasil meraih juara pada kesempatan PORSENDA kali ini, insyaAllah ke depan juara ada di genggaman.

Kata mutiara pada pembukaan :

“Siapa yang berhenti belajar, adalah pemilik masa lalu. Siapa yang belajar dan berlatih adalah pemilik masa depan”

Selamat bagi yang meraih juara, dan tetap semangat untuk semuanya termasuk yang belum berhasil meraih juara pada kesempatan PORSENDA kali ini.

Pada 27 November lalu, kalender Hijriah diawali dengan hadirnya 1 Muharram 1433H. Kalender Masehi 2 hari lagi akan berakhir dan segera masuk Tahun Baru Masehi 2012. Kehadiran tahun baru Hijriah dan datangnya awal tahun 2012 memang tidak diikuti hal-hal yang khusus, kecuali jika kita mau merenung sejenak untuk muhasabah (evaluasi). Evaluasi 2011 sebagai bahan untuk perencanaan 2012 baik jangka pendek, menengah dan panjang

Bagi Santri secara umum kedisiplinan mengikuti program kegiatan di pondok ditingkatkan !

Bagi kelas 3 dan 6, tentunya banyak program kegiatan yang menjadi prioritas yaitu belajar bimbingan tes, US, UN. Terkhusus kelasa 6 untuk lolos SNPTN 2012.

Bagi pengurus OSDF juga, apa yang telah dilakukan karena pertengahan januari ada pergantian pengurus OSDF yang baru.

Kami juga para Pembina juga mengevaluasi diri personal, tugas sebagai Guru Pembina, diri kita dalam kelembagaan Pesantren kita untuk perbaikan dan perbaikan.

Utamakanlah tugas tanpa mengenal waktu. Tolong menolonglah satu sama lain untuk kemaslahatan bersama dari waktu yang tersedia dan bila ada urusan yang harus dikerjakan, maka selesaikanlah urusan itu (Hasan Al Banna)

Informasi Liburan :

Libur mulai 29 Desember 2011 (Jum’at 2011) sampai 6 Januari 2011(Jum’at) dan belajar efektif tanggal 7 Januari 2011.

Pesan bagi santriwan(wati) pulang ke kampung

  1. Jaga Ibadah
  2. Jaga Akhlak dan Budi Pekerti
  3. Bantu Orang Tua dan Tolong Menolong
  4. Aplikasikan teori dan pengetahuan tentang akhlak, Ibadah, syariah dan muamalah yang diajarkan Ustadzd(ah) dan para Guru Pembina di keluarga, pergaulan pertemanan dan di masyarakat.
Salam dari Kami para Pembina Di Pondok bagi Orang Tua kalian di Rumah

Sabtu, 02 Juli 2011

Taqwa Dan Fungsinya

Takwa adalah bekal hidup paling berharga dalam diri seorang muslim. Tanpanya hidup menjadi tidak bermakna dan penuh kegelisahan. Sebaliknya, seseorang akan merasakan hakikat kebahagiaan hidup, baik di dunia mau pun di akhirat apabila ia berhasil menyandang sebagai orang yang bertakwa.


Kata takwa sudah amat akrab di telinga kita. Tiap khutbah Jumat sang khotib senantiasa menyerukannya. Bahkan di tiap bulan Ramadhan, kata taqwa pun menghiasi ceramah-ceramah atau kultum-kultum yang diadakan. Taqwa adalah bekal hidup paling utama.

Ketika Abu Dzarr Al-Ghifari meminta nasihat kepada baginda Rasulullah, maka pesan paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu adalah takwa. Kata Rasulullah SAW, "Saya wasiatkan kepadamu, bertakwalah engkau kepada Allah karena takwa itu adalah pokok dari segala perkara." [Nasr bin Muhammad bin Ibrahim, Kitab Tanbih al-Ghofilin li Abi Laits As-Samarkindi]

Secara lughah (bahasa), takwa berarti: takut atau mencegah dari sesuatu yang dibenci dan dilarang. Sedangkan menurut istilah, terdapat pelbagai pengertian mengenai takwa. Ibn Abbas mendefinisikan, taqwa adalah takut berbuat syirik kepada Allah dan selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya. [tafsir Ibn Katsir, hal. 71]

Imam Qurthubi mengutip pendapat Abu Yazid al-Bustami, bahwa orang yang bertakwa itu adalah: "Orang yang apabila berkata, berkata karena Allah, dan apabila berbuat, berbuat dan beramal karena Allah." Abu Sulaiman Ad-Dardani menyebutkan: "Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang kecintaan terhadap hawa nafsunya dicabut dari hatinya oleh Allah." [Al-Jami li Ahkamil Qur'an, 1/161]. Sedangkan Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah menegaskan, bahwa hakikat taqwa adalah taqwa hati, bukan takwa anggota badan." [lihat: Ibn Qayyim al-Jauziyyah, kitab al-Fawaid, hal.173]

Umumnya, para ulama mendefinisikan taqwa sebagai berikut: "Menjaga diri dari perbuatan maksiat, meninggalkan dosa syirik, perbuatan keji dan dosa-dosa besar, serta berperilaku dengan adab-adab syariah." Singkatnya, "Mengerjakan ketaatan dan menjauhi perbuatan buruk dan keji." Atau pengertian yang sudah begitu populer, taqwa adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya.

Dari definisi-definisi di atas menunjukan bahwa urgensi taqwa sudah tidak diragukan lagi, apalagi Al-Qur'an dan hadis Nabi SAW. secara berulang-ulang menyeru kita supaya bertaqwa. Khusus bagi orang-orang yang bertakwa, Allah telah menjanjikan berbagai macam keistimewaan atau balasan atas mereka, di antaranya: pertama, bagi siapa saja yang bertaqwa kepada-Nya, maka akan dibukakan baginya jalan keluar ketika menghadapi pelbagai persoalan hidupnya. (QS Ath-Thalaq: 2).

Kedua, memperoleh rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka (QS At-Thalaq:3). Ketiga, dimudahkan segala urusannya (QS Al-Thalaq:4). Kelima, diampuni segala dosa dan kesalahannya, dan bahkan Allah SWT. akan melipatgandakan pahala baginya (QS Al-Thalaq: 5). Keenam, orang yang bertaqwa tidak akan pernah merasa takut, mengeluh, was-was dan sedih hati (QS Yunus: 62-63). Ketujuh, mereka yang bertaqwa akan memperoleh berita gembira (al-busyra), baik di dunia maupun di akhirat (QS Yunus: 64).

Di samping memberikan motivasi, janji-janji yang terkandung dalam ayat-ayat di atas juga menjelaskan tentang keutamaan taqwa dan fungsionalnya terhadap problematika kehidupan seorang muslim. Oleh sebab
itu, tidak semestinya bagi seorang muslim atau mukmin memandang remeh perkara ini. Pasal, taqwa berfungsi sebagai bekal hidup yang paling esensial dan substansial.

Lebih-lebih, bagi seorang pemimpin yang sedang memikul amanah dan tanggung jawab, bekal ketaqwaan tentunya sangat diperlukan. Tidak mustahil, seorang pemimpin, apa pun posisi dan levelnya akan mampu menunaikan tugas-tugasnya dengan baik, menemukan jalan keluar atas persoalan yang dihadapinya serta dapat mencapai tujuan kolektifnya, apabila pemimpin tersebut membekali dirinya dengan ketakwaan kepada Allah.

Ibadah puasa Ramadhan tahun ini sudah hampir tiba. Kehadirannya merupakan momentum yang sangat berharga bagi kita untuk bermuhasabah dan berlomba-lomba dalam memperbanyak amal kebajikan sehingga kita betul-betul termasuk golongan insan bertakwa. Wallahu'alam bis shawab. (Oleh: Imron Baehaqi Lc)

Kenapa Meninggalkan Shalat ?

Di dalam kitab Fiqus-Sunnah dikutip sebuah diskusi mencekam tentang orang yang meninggalkan shalat. Di dalam Thabaqat asy-Syafi'iyah disebutkan bahwa Syafi'i dan Ahmad RA pernah berdiskusi tentang hukumnya orang yang meninggalkan shalat.

Berkata Syafi'i: “Hai Ahmad, apakah menurut pendapat Anda ia kafir?”. Ujar Ahmad: “Memang”. Syafi'i: “Jika ia kafir, bagaimana caranya masuk Islam?”. Ahmad: “Hendaklah ia mengatakan: Laa ilaha illallah Muhammadarrasulullah”. Syafi'i: “Orang itu masih mempertahankan ucapan tersebut dan belum pernah meninggalkannya”. Ahmad: “Kalau begitu, ia masuk Islam dengan melakukan Shalat”. Syafi'i: “Shalat orang kafir tidak sah, dengan itu ia tak dapat dikatakan masuk Islam”. Maka Ahmad pun diam, dan semoga kedua imam itu diberi rahmat oleh Allah SWT.

Membaca kisah itu aku teringat kembali nasihat Buya Hamka tentang shalat. Nilai shalat itu kata beliau, ibarat angka satu di depan angka sepuluh, seratus, seribu, sejuta, semilyar atau bahkan lebih dari itu. Kalau tidak ada angka satu di depan (atau nol shalatnya), maka berapapun angka nol di belakangnya, tidak akan ada gunanya. Pantaslah jika demikian, karena bagi seorang muslim, shalat adalah amal yang mula-mula akan diperhitungkan, bukan kebaikan lainnya.

Memang berat mendirikan dan memelihara shalat. Bahkan yang mengerjakan shalat pun masih kerap melalaikannya. Apalagi iman kadang naik dan turun, hati sering berbolak balik. Belum lagi kesibukan yang tak kunjung usai membuat waktu terasa kian sempit. Tak terasa, shalat wajibpun akhirnya ditinggalkan juga.

Suatu hari, seorang pernah menasehatiku. “Berusahalah untuk sedapatnya mengerjakan amalan sunah, karena ia adalah hadiah dari Allah, sekaligus benteng imanmu”. Terus terang aku kurang dapat memahami kalimat pendek yang disampaikan dengan tulus itu. Yang pernah kupelajari di buku-buku pelajaran agama adalah bahwa, sunnah artinya jika dikerjakan mendapat pahala, jika ditinggalkan tidak berdosa, amat sederhana. Tapi apa maksudnya amalan sunnah dapat membentengi iman?

Ketika badan sedang tak sehat, waktu tak banyak, tenggat waktu mendesak, baru sedikit demi sedikit kupahami maknanya. Ketika badan sedang payah, atau kesibukan sedang memuncak, kadang kita terpaksa harus mengurangi ibadah. Seorang yang terbiasa beramal sunnah tentu amal sunnahnya-lah yang mula-mula terpangkas saat imannya sedang turun, sehingga selamatlah amal wajibnya. Jika kemudian diperbaharui lagi imannya, maka kembalilah dia ke tingkat semula. Tetapi jika terus menurun, masih ada benteng amalan sunnah selanjutnya. Shalat sunnah rawatib misalnya, akan menjadi benteng shalat wajib 5 waktu. Demikian pula bacaan sunnah di dalam shalat wajib, menjadi benteng dari bacaan dan perbuatan wajib di dalam shalatnya.

Baru kusadari bahwa, kalau saja seseorang hanya sekedar melakukan amalan wajib saja (minimalis), maka dalam kondisi tertentu, ia akan berada di dalam bahaya. Kalau shalat wajib sudah ditinggalkan, maka apa lagi nilai hidup kita di sisi Allah. “Ya Robb, ampunilah hamba-Mu yang sering menganggap ringan dosa meninggalkan shalat, melalaikan, bahkan meninggalkannya, baik terang-terangan ataupun tersembunyi, sengaja maupun tidak”. Wallahu 'a'lam, (Abi Muhammad Ismail Halim)

Pengurus & Personil Pesantren

A. Yayasan Pendidikan Islam Enrekang
Pondok Pesantren Modern Darul Falah Enrekang diselenggarakan dibawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Enrekang (YPIE) berdasarkan Akta Notaris Sulprian,S.H No. 09, tanggal 8 Oktober 1999 dengan Ketua Umum seorang tokoh nasional (mantan Kabulog) yang berasal dari Kalosi Kabupaten Enrekang yaitu Bapak Prof.DR.Ir.H.Beddu Amang, MA

Susunan Pengurus Yayasan Pendidikan Islam Enrekang (YPIE) adalah sebagai berikut :
Dewan Pengurus
    Ketua Umum : Prof. DR.Ir.H. Beddu Amang, M.A
    Ketua I : Ny. Dra. Hj. Maisaroh Hasan
    Ketua II : Drs. H. Husein Zakaria
    Ketua III : Hj. Naisyah Muhammadong
    Ketua IV : Drs. H. Muhammad Said
    Ketua V : Drs. H. Arifuddin Pangka
    Ketua VI : H. Ishadi Saleh
    Sekretaris Umum : Drs. H. Muhammad Said Zakaria
    Bendahara Umum : Eliza Pusparani, MBA
    Bendahara : Mutia Puspasari, MBA
    Anggota-anggota :      
  • Prof. DR.H. Zainuddin Thaha
  • HM. Amin Syam
  • Chairan Anwar
  • Ir. Bambang Djuhartono
  • Drs. Lae Muchtar Syafein
 Dewan Penasehat
  Bupati Kabupaten Enrekang
    Kakandepag Kabupaten Enrekang
    Kakandiknas Kabupaten Enrekang
    Ustadz Hanafie
    H. Hasanuddin Muhammadong
    Prof.DR.HM. Galna Ohorella, SH
    DR.Ir.Dachliana Dahlan
    H. Syafri
    Udin Palisuri

Dewan Pengawas
  AGH. Drs. Muhammad Ahmad
    Ir. HM. Ridwan Abdullah, M.Sc
    Ir. Nurfajriah Fadeli Luran

Dewan Pengurus Yayasan berkedudukan di Jakarta dan Makassar sehingga untuk efektif pengelolaan pondok di Enrekang dilaksanakan oleh Pelaksana Harian. 
·    Ketua Pelaksana Harian YPIE : Amran Martin, SE
·    Keuangan : H. Abd. Kadir Ende

Sedangkan pengelolaan kegiatan Pengasuhan, Pendidikan dan Pembinaan untuk mewujudkan Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren ditangani Pengasuhan dan Personil Pendidikan.

Pengasuh Pondok
Pengasuh Pondok yang aktif sejak operasional pesantren pada awal pendirian adalah KH. Moh. Hanafie DAS (Almarhum) sampai meninggalnya pada awal 2012 lalu. Beliau digantikan oleh Ustadz Drs.H. Iskandar Lamahu.
Personil Pendidikan
Pengelolaan Pendidikan dan Pembinaan Tahun Pelajaran 2011/2012 terdiri atas :
·    Direktur : Adi Warsito, S.Si
·    Kepala Kepesantrenan : Nasan, S.Pd.I
·    Kepala Kekampusan : Hayatuddin, S.Pd.I
·    Kepala SMA : Bahrum Sindang, M.Ag
·    Kepala SMP/M.Ts : Endang Palondongan, S.E
·    Kepala Madin/TPA : St. Murtafi’ah Hanafie DAS
·    Kepala TK Islam : Dra. Salmawati

Dalam pengelolaan pendidikan dan pelayanan terhadap santri maka dibantu oleh Tenaga Guru dan Administrasi serta Pegawai/Karyawan Pesantren sebagai berikut
Data Tenaga Guru dan Administrasi
           ·   Guru Yayasan : 24 orang
           ·   Guru PNS/DPK Daerah : 14 orang
           ·   Administrasi : 2 orang
           ·    Petugas Medis/UKS : 1 orang
           ·    Koperasi : 1 orang
           ·   Petugas Dapur : 5 orang
           ·   Satpam/Security : 2 orang