TERIMA KASIH KUNJUNGAN ANDA DI WEBSITE PONDOK PESANTREN MODERN DARUL FALAH ENREKANG >>>> THANKS FOR YOUR VISITING ON DARUL FALAH ISLAMIC BOARDING SCHOOL WEBSITE

Sabtu, 02 Juli 2011

Taqwa Dan Fungsinya

Takwa adalah bekal hidup paling berharga dalam diri seorang muslim. Tanpanya hidup menjadi tidak bermakna dan penuh kegelisahan. Sebaliknya, seseorang akan merasakan hakikat kebahagiaan hidup, baik di dunia mau pun di akhirat apabila ia berhasil menyandang sebagai orang yang bertakwa.


Kata takwa sudah amat akrab di telinga kita. Tiap khutbah Jumat sang khotib senantiasa menyerukannya. Bahkan di tiap bulan Ramadhan, kata taqwa pun menghiasi ceramah-ceramah atau kultum-kultum yang diadakan. Taqwa adalah bekal hidup paling utama.

Ketika Abu Dzarr Al-Ghifari meminta nasihat kepada baginda Rasulullah, maka pesan paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu adalah takwa. Kata Rasulullah SAW, "Saya wasiatkan kepadamu, bertakwalah engkau kepada Allah karena takwa itu adalah pokok dari segala perkara." [Nasr bin Muhammad bin Ibrahim, Kitab Tanbih al-Ghofilin li Abi Laits As-Samarkindi]

Secara lughah (bahasa), takwa berarti: takut atau mencegah dari sesuatu yang dibenci dan dilarang. Sedangkan menurut istilah, terdapat pelbagai pengertian mengenai takwa. Ibn Abbas mendefinisikan, taqwa adalah takut berbuat syirik kepada Allah dan selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya. [tafsir Ibn Katsir, hal. 71]

Imam Qurthubi mengutip pendapat Abu Yazid al-Bustami, bahwa orang yang bertakwa itu adalah: "Orang yang apabila berkata, berkata karena Allah, dan apabila berbuat, berbuat dan beramal karena Allah." Abu Sulaiman Ad-Dardani menyebutkan: "Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang kecintaan terhadap hawa nafsunya dicabut dari hatinya oleh Allah." [Al-Jami li Ahkamil Qur'an, 1/161]. Sedangkan Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah menegaskan, bahwa hakikat taqwa adalah taqwa hati, bukan takwa anggota badan." [lihat: Ibn Qayyim al-Jauziyyah, kitab al-Fawaid, hal.173]

Umumnya, para ulama mendefinisikan taqwa sebagai berikut: "Menjaga diri dari perbuatan maksiat, meninggalkan dosa syirik, perbuatan keji dan dosa-dosa besar, serta berperilaku dengan adab-adab syariah." Singkatnya, "Mengerjakan ketaatan dan menjauhi perbuatan buruk dan keji." Atau pengertian yang sudah begitu populer, taqwa adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya.

Dari definisi-definisi di atas menunjukan bahwa urgensi taqwa sudah tidak diragukan lagi, apalagi Al-Qur'an dan hadis Nabi SAW. secara berulang-ulang menyeru kita supaya bertaqwa. Khusus bagi orang-orang yang bertakwa, Allah telah menjanjikan berbagai macam keistimewaan atau balasan atas mereka, di antaranya: pertama, bagi siapa saja yang bertaqwa kepada-Nya, maka akan dibukakan baginya jalan keluar ketika menghadapi pelbagai persoalan hidupnya. (QS Ath-Thalaq: 2).

Kedua, memperoleh rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka (QS At-Thalaq:3). Ketiga, dimudahkan segala urusannya (QS Al-Thalaq:4). Kelima, diampuni segala dosa dan kesalahannya, dan bahkan Allah SWT. akan melipatgandakan pahala baginya (QS Al-Thalaq: 5). Keenam, orang yang bertaqwa tidak akan pernah merasa takut, mengeluh, was-was dan sedih hati (QS Yunus: 62-63). Ketujuh, mereka yang bertaqwa akan memperoleh berita gembira (al-busyra), baik di dunia maupun di akhirat (QS Yunus: 64).

Di samping memberikan motivasi, janji-janji yang terkandung dalam ayat-ayat di atas juga menjelaskan tentang keutamaan taqwa dan fungsionalnya terhadap problematika kehidupan seorang muslim. Oleh sebab
itu, tidak semestinya bagi seorang muslim atau mukmin memandang remeh perkara ini. Pasal, taqwa berfungsi sebagai bekal hidup yang paling esensial dan substansial.

Lebih-lebih, bagi seorang pemimpin yang sedang memikul amanah dan tanggung jawab, bekal ketaqwaan tentunya sangat diperlukan. Tidak mustahil, seorang pemimpin, apa pun posisi dan levelnya akan mampu menunaikan tugas-tugasnya dengan baik, menemukan jalan keluar atas persoalan yang dihadapinya serta dapat mencapai tujuan kolektifnya, apabila pemimpin tersebut membekali dirinya dengan ketakwaan kepada Allah.

Ibadah puasa Ramadhan tahun ini sudah hampir tiba. Kehadirannya merupakan momentum yang sangat berharga bagi kita untuk bermuhasabah dan berlomba-lomba dalam memperbanyak amal kebajikan sehingga kita betul-betul termasuk golongan insan bertakwa. Wallahu'alam bis shawab. (Oleh: Imron Baehaqi Lc)

Kenapa Meninggalkan Shalat ?

Di dalam kitab Fiqus-Sunnah dikutip sebuah diskusi mencekam tentang orang yang meninggalkan shalat. Di dalam Thabaqat asy-Syafi'iyah disebutkan bahwa Syafi'i dan Ahmad RA pernah berdiskusi tentang hukumnya orang yang meninggalkan shalat.

Berkata Syafi'i: “Hai Ahmad, apakah menurut pendapat Anda ia kafir?”. Ujar Ahmad: “Memang”. Syafi'i: “Jika ia kafir, bagaimana caranya masuk Islam?”. Ahmad: “Hendaklah ia mengatakan: Laa ilaha illallah Muhammadarrasulullah”. Syafi'i: “Orang itu masih mempertahankan ucapan tersebut dan belum pernah meninggalkannya”. Ahmad: “Kalau begitu, ia masuk Islam dengan melakukan Shalat”. Syafi'i: “Shalat orang kafir tidak sah, dengan itu ia tak dapat dikatakan masuk Islam”. Maka Ahmad pun diam, dan semoga kedua imam itu diberi rahmat oleh Allah SWT.

Membaca kisah itu aku teringat kembali nasihat Buya Hamka tentang shalat. Nilai shalat itu kata beliau, ibarat angka satu di depan angka sepuluh, seratus, seribu, sejuta, semilyar atau bahkan lebih dari itu. Kalau tidak ada angka satu di depan (atau nol shalatnya), maka berapapun angka nol di belakangnya, tidak akan ada gunanya. Pantaslah jika demikian, karena bagi seorang muslim, shalat adalah amal yang mula-mula akan diperhitungkan, bukan kebaikan lainnya.

Memang berat mendirikan dan memelihara shalat. Bahkan yang mengerjakan shalat pun masih kerap melalaikannya. Apalagi iman kadang naik dan turun, hati sering berbolak balik. Belum lagi kesibukan yang tak kunjung usai membuat waktu terasa kian sempit. Tak terasa, shalat wajibpun akhirnya ditinggalkan juga.

Suatu hari, seorang pernah menasehatiku. “Berusahalah untuk sedapatnya mengerjakan amalan sunah, karena ia adalah hadiah dari Allah, sekaligus benteng imanmu”. Terus terang aku kurang dapat memahami kalimat pendek yang disampaikan dengan tulus itu. Yang pernah kupelajari di buku-buku pelajaran agama adalah bahwa, sunnah artinya jika dikerjakan mendapat pahala, jika ditinggalkan tidak berdosa, amat sederhana. Tapi apa maksudnya amalan sunnah dapat membentengi iman?

Ketika badan sedang tak sehat, waktu tak banyak, tenggat waktu mendesak, baru sedikit demi sedikit kupahami maknanya. Ketika badan sedang payah, atau kesibukan sedang memuncak, kadang kita terpaksa harus mengurangi ibadah. Seorang yang terbiasa beramal sunnah tentu amal sunnahnya-lah yang mula-mula terpangkas saat imannya sedang turun, sehingga selamatlah amal wajibnya. Jika kemudian diperbaharui lagi imannya, maka kembalilah dia ke tingkat semula. Tetapi jika terus menurun, masih ada benteng amalan sunnah selanjutnya. Shalat sunnah rawatib misalnya, akan menjadi benteng shalat wajib 5 waktu. Demikian pula bacaan sunnah di dalam shalat wajib, menjadi benteng dari bacaan dan perbuatan wajib di dalam shalatnya.

Baru kusadari bahwa, kalau saja seseorang hanya sekedar melakukan amalan wajib saja (minimalis), maka dalam kondisi tertentu, ia akan berada di dalam bahaya. Kalau shalat wajib sudah ditinggalkan, maka apa lagi nilai hidup kita di sisi Allah. “Ya Robb, ampunilah hamba-Mu yang sering menganggap ringan dosa meninggalkan shalat, melalaikan, bahkan meninggalkannya, baik terang-terangan ataupun tersembunyi, sengaja maupun tidak”. Wallahu 'a'lam, (Abi Muhammad Ismail Halim)

Pengurus & Personil Pesantren

A. Yayasan Pendidikan Islam Enrekang
Pondok Pesantren Modern Darul Falah Enrekang diselenggarakan dibawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Enrekang (YPIE) berdasarkan Akta Notaris Sulprian,S.H No. 09, tanggal 8 Oktober 1999 dengan Ketua Umum seorang tokoh nasional (mantan Kabulog) yang berasal dari Kalosi Kabupaten Enrekang yaitu Bapak Prof.DR.Ir.H.Beddu Amang, MA

Susunan Pengurus Yayasan Pendidikan Islam Enrekang (YPIE) adalah sebagai berikut :
Dewan Pengurus
    Ketua Umum : Prof. DR.Ir.H. Beddu Amang, M.A
    Ketua I : Ny. Dra. Hj. Maisaroh Hasan
    Ketua II : Drs. H. Husein Zakaria
    Ketua III : Hj. Naisyah Muhammadong
    Ketua IV : Drs. H. Muhammad Said
    Ketua V : Drs. H. Arifuddin Pangka
    Ketua VI : H. Ishadi Saleh
    Sekretaris Umum : Drs. H. Muhammad Said Zakaria
    Bendahara Umum : Eliza Pusparani, MBA
    Bendahara : Mutia Puspasari, MBA
    Anggota-anggota :      
  • Prof. DR.H. Zainuddin Thaha
  • HM. Amin Syam
  • Chairan Anwar
  • Ir. Bambang Djuhartono
  • Drs. Lae Muchtar Syafein
 Dewan Penasehat
  Bupati Kabupaten Enrekang
    Kakandepag Kabupaten Enrekang
    Kakandiknas Kabupaten Enrekang
    Ustadz Hanafie
    H. Hasanuddin Muhammadong
    Prof.DR.HM. Galna Ohorella, SH
    DR.Ir.Dachliana Dahlan
    H. Syafri
    Udin Palisuri

Dewan Pengawas
  AGH. Drs. Muhammad Ahmad
    Ir. HM. Ridwan Abdullah, M.Sc
    Ir. Nurfajriah Fadeli Luran

Dewan Pengurus Yayasan berkedudukan di Jakarta dan Makassar sehingga untuk efektif pengelolaan pondok di Enrekang dilaksanakan oleh Pelaksana Harian. 
·    Ketua Pelaksana Harian YPIE : Amran Martin, SE
·    Keuangan : H. Abd. Kadir Ende

Sedangkan pengelolaan kegiatan Pengasuhan, Pendidikan dan Pembinaan untuk mewujudkan Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren ditangani Pengasuhan dan Personil Pendidikan.

Pengasuh Pondok
Pengasuh Pondok yang aktif sejak operasional pesantren pada awal pendirian adalah KH. Moh. Hanafie DAS (Almarhum) sampai meninggalnya pada awal 2012 lalu. Beliau digantikan oleh Ustadz Drs.H. Iskandar Lamahu.
Personil Pendidikan
Pengelolaan Pendidikan dan Pembinaan Tahun Pelajaran 2011/2012 terdiri atas :
·    Direktur : Adi Warsito, S.Si
·    Kepala Kepesantrenan : Nasan, S.Pd.I
·    Kepala Kekampusan : Hayatuddin, S.Pd.I
·    Kepala SMA : Bahrum Sindang, M.Ag
·    Kepala SMP/M.Ts : Endang Palondongan, S.E
·    Kepala Madin/TPA : St. Murtafi’ah Hanafie DAS
·    Kepala TK Islam : Dra. Salmawati

Dalam pengelolaan pendidikan dan pelayanan terhadap santri maka dibantu oleh Tenaga Guru dan Administrasi serta Pegawai/Karyawan Pesantren sebagai berikut
Data Tenaga Guru dan Administrasi
           ·   Guru Yayasan : 24 orang
           ·   Guru PNS/DPK Daerah : 14 orang
           ·   Administrasi : 2 orang
           ·    Petugas Medis/UKS : 1 orang
           ·    Koperasi : 1 orang
           ·   Petugas Dapur : 5 orang
           ·   Satpam/Security : 2 orang

Sejarah Pesantren

A. Sejarah Pendirian

Pada tanggal 1 Januari 1967 Bapak H. Muhammadong, Pendiri dan Pemilik P.T Bank Masyarakat mendirikan Jajasan Kijai Hadji Ahmad Dahlan yang diterbitkan dengan Akta Notaris Sitske Liem Nomor 45 tertanggal 28 Maret 1967 dengan maksud dan tujuan menyelenggarakan kegiatan di bidang pendidikan dan penggalian ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi perkembangan Islam.

Gedung bekas Universitas La Tunrung, perabot perlengkapan sekolah, kantor dan perpustakaan dialihkan kepada Jajasan Kijai Hadji Ahmad Dahlan, penyerahan dituangkan dalam Naskah Penyerahan Wakaf dan dicatat pada Wakil Notaris S mentara M.G Oherella pada tanggal 2 Januari 1974.

Pada tanggal 10 Mei 1997 berdasarkan Keputusan Rapat Badan Pendiri Jajasan Kijai Hadji Ahmad Dahlan yang dituangkan dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat dihadapan Notaris Mahmud Said, SH No. 35 tanggal 21 Juli 1997 merubah dan menetapkan pengurus baru Yayasan yang terdiri dari Ketua Umum Bapak DR. Ir. H. Beddu Amang, MA dan 20 anggota pengurus lainnya untuk melanjutkan kegiatan yayasan dan pendidikan pesantren yang saat itu mengalami masalah pembiayaan termasuk bangunan gedung dan peralatannya yang sudah sangat memprihatinkan.

B. Pembangunan Kembali

Untuk mendukung proses pembelaja ran/pemondokan para santri maka pada tahun 1998 dimulailah pembangunan gedung sekolah. Asrama putra dan putri dengan kapasitas ± 600 daya tampung santri beserta perabot seperlunya.

Pembangunan gedung-gedung beserta unit-unit sarana/prasarana pendidikan, Alhamdulillah selesai pada awal tahun 1999. Di dorong semangat Fi Sabilillah seba-gaimana semangat jihad para pendiri sebelumnya, maka pada tanggal 21 September 1999 para pengurus yayasan memutuskan dan menegaskan bahwa :

1. Para pendiri awal Yayasan ini adalah H. Muhammadong (alm) dan Ahmad Makarausu Armansyah.

2. Para Pelanjut/Pendiri Yayasan ini adalah Bapak Prof. DR. Ir. H. Beddu Amang, MA sekeluarga

3. Mengubah nama Yayasan dari Yayasan Kijai Hadji Ahmad Dahlan menjadi Yayasan Pendidikan Islam Enrekang dengan maksud untuk lebih membuka diri untuk menjadi pilihan tempat belajar dari semua golongan Islam.

4. Memperluas bidang studi yang seimbang antara pendidikan Agama dan pendidikan umum mengikuti pola Pesantren IMMIM.

5. Melengkapi Kepengurusan berupa Dewan Pengawas yang direkrut dari tenaga-tenaga ahli yang berpe-ngalaman guna membina dan mengawasi proses belajar mengajar yang lebih baik. Dalam perkembangannya berbagai pra-sarana semakin bertambah, antara lain Gedung Laboratorium IPA, Bahasa dan Gedung TK Islam Darul Falah.

Demikian juga sarana penunjang, berupa peralatan kesenian, drumband, komputer dari Yayasan, alat dan bahan Laboratorium Fisika, Kimia dan Biologi dari Depag Pusat dan sarana lainnya baik dari Instansi terkait di derah maupun di wilayah. Gedung Pembelajaran 2 lantai, terdiri dari ruang pembelajaran, 2 (dua) buah ruang perpustakaan, laboratorium komputer, ruang ketrampilan menjahit, ruang seni budaya/drumband, ruang kaligrafi, sekretariat Organisasi Santri Darul Falah (OSDF), kantin/koperasi, UKS dan auditorium/aula yang luas.

Sarana olah raga antara lain lapangan basket dan futsal, lapangan bulutangkis, takraw, volley bal, kasti serta tenis meja. Masjid selain tempat pelaksanaan shalat berjama’ah juga menjadi tempat pembelajaran/pembinaan utamanya dalam kegiatan kepesantrenan, kemudian Asrama Putra dan Putri masing-masing terdiri dari 2 lantai lengkap dengan toilet dan kamar mandi serta kolam yang mencukupi.

Dari aspek ketenagaan Pembina/Guru yang berasal dari alumni PTIQ Jakarta, UIN, UNM, UMI Makassar, ITS Surabaya, IKIP Yogya dan beberapa Perguruan Tinggi lain diatur sesuai kompetensinya baik yang mengajar di pendidikan formal maupun non formal yang diselenggarakan di Pesantren. Dalam hal manajemen pengelolaan pesantrenpun dilakukan pembenahan dari pola manajemen terpusat/manajemen kyai menjadi manajemen organisasi mengingat kedudukan Dewan Pengurus Yayasan di Jakarta dan Makassar maka ditunjuk Pelaksana Harian di Enrekang untuk melaksanakan tugas dan wewenang Yayasan di Enrekang.

Dalam pengelolaan pendidikan dan pembinaan santri ditunjuk seorang Direktur bersama dengan unit dibawah koordinasinya yaitu Kepala Kepesanrenan, Kepala Kekampusan dan Kepala Sekolah/Madrasah. Selama kurun waktu tersebut Pimpinan/Pelaksana Harian Yayasan telah berganti sebagaimana data berikut :

· Ustadz Moh. Hanafie DAS memimpin sampai tanggal 17 Agustus 1999 kemudian ditetapkan sebagai Kiyai Pesantren sampai sekarang

· Muh. Saleh Mallapa, tanggal 18 Agustus 1999 sampai 25 September 1999

· M. Akib Makkalu, tanggal 25 September 1999 sampai 23 Juli 2007

· Ustadz Sukardi, S.Pd.I tanggal 23 Juli 2007 sampai Juni 2008

· H. Abd. Kadir Ende, Juni 2008 sampai 11 Februari 2009

· Amran Martin, SE, 12 Februari 2009 sampai sekarang

Sedangkan Direktur Pesantren, berturut-turut sebagai berikut :

· Drs. M. Yusrifai Yunus, tanggal Agustus 1999 sampai 12 Agustus 2000

· H. Rassangan, BA tanggal 13 Agustus 2000 sampai 1 Juni 2002

· Ust. H. Abd. Muin, tanggal 1 Juni 2002 sampai 1 Juli 2004

· Drs. H. Mandeha Laogi tanggal 1 Juli 2004 sampai 24 April 2006

· Adi Warsito, S.Si tanggal 29 April 2006 sampai sekarang

Untuk memberi arah dalam pengelolaan pesantren sebagai tujuan pendirian ditunjuk Dewan Pengawas dari IMMIM yaitu : Drs. H. AG. Muhammad Ahmad dan Dra.Hj. Ulfa Fadeli Luran, M.Si. Dalam perkembangannya diganti menjadi Pembina yang sekarang dipegang oleh Drs. Rahman Pilang, M.Pd dan Ustad Drs. H. Iskandar Lamahu